LUWA OKULA
LUWA OKULA
EDUARDUS
UMBU KODI
(1622112062)
Sudah
menjadi tradisi bagi kami orang sumba pada umumnya lebih khususnya lagi di sumba
barat daya (SBD) bahwa kekurangan makan bukan lagi hal yang lumrah atau hal
baru. Awal kisah bahwa kami sekeluaga adalah salah satu dari sekian masyarakat Sumba
yang mengalami kekurangan makanan. makanan pokok keluarga kami adalah jagung,
padi, ubidan adabeberapa jenis makan lainnya lagi.
Kami
adalah keluarga kecil yang terdiri dari enam bersaudara. Beberapa tahun lalu ketikausiakukurang lebih 13 tahun
keluarga kecil kami mulai mengalami kekurangan makanan. hasil panen kala itu mengalami kegagalan
akibathama pada padi dan jagung menjadi rusak.
Masyarakat
Sumba lebih khusus di SBD Pada Umumnya tanpa terkecuali mengalami gagal panen akibat serangan hama. Kegagalan ini membuat
masyarakaat sumba kekurangan persediaan makanan utuk jangka waktu yang cukup
lama.
Keluarga kami pun demikian tak lepas dari kekurangan makanan.
Meski padi dan jagung di kebun telah kering dan diserang hama, Mama sudah menyiman persediaan luwa atau ubi kayu yang telah dikeringkan dalam jumlah yan cukup banyak. Luwa tak hanya dapat dimakan oleh manusia tapi juga dapat dimakan babi, anjing dan hewan peliharaan lainnya.
Aku anak kedua dari enam
bersaudara. Ini Pengalaman pertamaku dalam makan makanan yang di olah
dari ubi kayu. Proses pengolahannya juga ini yang pertama untukku kala itu.
Di
usiaku kala itu sudah di tuntut oleh kedua orang tua untuk harus pandai dalam
bekerja, entah itu masak nasi, cari kayu api di padang, memberikan makan pada
hewan peliharaan,menumbuk ubi kering dan masih ada beberapa pekerjaan lainnya
lagi.
Selang
beberapa menit kemudia suara mama terdengar dari dalam dapur.
“Eko,” terdengar
suara mama memanggil namaku dengan lantang. Sepertinya mama sangat marah
padaku, karena tidak biasanya mama memanggilku dengan suara sekeras itu. Pikiranku
langsung teringat pada ubi yang belum sempat kutumbuk untuk makan malam.
Aku
langsung bergegas dari tempat tidur dan mengambil ubi yang mama pesan untuk
ditumbuk persiapan makan malam. Aku sangat paham mama pasti marah padaku.
“Mama
sudah suruh dari tadi pagi, kenapa sekarang baru ditumbuk, dari tadi kerja
tidur-tiduran sa.
Kamu tidak ada rasa sayang dengan orang tua,
mama baru pulang dari kebun, dan sampai sekarang mama belum sempat
makan. Sedangkan kamu kerja tidur saja,”cerama
mama dari dalam dapur dengan suara keras
namun menyentuh hatiku.
Mendengar
pernyataan mama itu,
hatiku terasa sedih, aku pun hanya diam sambil menumbuk ubi.
“Ngeri
oo, eko paling rajin di dunia su,”suara
dari samping rumah, begitulah temanku memanggil sambil sedikit mengejek.
Suara itu sangat familiar di telingaku, dia adalah
anak tetangga rumah yang sangat akrab denganku.Sehari-hari kami selalu bersama,
dia adalah Charles. Dia orangnya sangat humoris, pandai bicara, juara kelas dan masih ada lagi
beberapa kelebihan lainnya.
Aku
pun hanya senyum mendengar ejekannya.
“Woiiiii..!” suara itu terdengar sangat dekat, sepertinya
saudara Caharles di belakangku.
“Giliran
su mau gelap baru sibuk sembarang, dari tadi kemana,”katanya dengan senyum.
”Engko
kalo mau datang bantu saya, jangan omong kosong banyak lagi, suapaya apa engko
omong begitu, supaya saya punya mama marah saya ko?” kataku pada Charles sambil
mengedip ekor mata.
“Saya
punya mama itu, paling sayang dengan saya ee, mama tidak biasa marah pada saya,”sambungku, berniat mengganggu
mama.
Tapi
sedikit pun suara dari dalam dapur tak terdengar. Hatiku pun terasa sedih, sepertinya mama
sangat marah dengan saya.
“Mama,”
suaraku mencoba memanggil mama.
“Apa
lagi, tidak mau kerja saja di situ,”suara mama dengan nada keras.
Aku
pun diam, karena mama tidak biasa seperti itu.
Beberapa
menit kemudian, akhirnya selesai juga ubinya.
“Terima
kasih kawan, engko sudah bantu saya, memang engko kawan dan tetangga paling baik di dunia sudah,”ucapku sedikit
humor sambil menepuk bahu charles.
“Engko
ni, ke baru saja. Tadi engko kemana,
soalnya saya baru lihat engko dari tadi siang setelah pulang sekolah. Kami ada
main Gasing dengan Frid di halaman
sekolah,” sambung charles, sambil membereskan nyiru.
“Dia
menang banyak tadi, Ius kalah Rp 5000, Doni juga kalah Rp 8000. Engko kalau ada
tadi terlalu rame kawan,”Sambungnya lagi.
“Sutttttttt,”pelan-pelan jangan
sampe mama dengar kalian ada maen uang, apa lagi mama masih marah tu, jangan
buat dia tambah marah. potongku.
“Sekarang
frid di mana, dari tadi dia belum pulang rumah, sudah jam begini lagi, dia
pergi dengan siapa tadi?” sambungku lagi.
“Eko,
Frid di mana,”suara mama terdengar dari dapur, dengan nada yang lembut,Sepertinya
kemarahan mama sudah habis.
“Dia
masih di sekolah, ada bermain dengan teman-tema,”Jawabku pada mama.
“Oke
baik sudah, tolong engko pijemput dia, suda jam begini dia belum pulang dan
belum makan, ajak temanmu charles itu jangan omong kosong banyak lagi disitu,”Sambungnya
lagi.
“Ok
mama sayang,” jawabku sedikit guyon.
Waktu
terus berputar, tiba saatnya makan malam bersama keluarga dari olahan luwa yang ku tumbuk bersama Charles.
Makanan terasa nikmat karena sesekali
mama tersenyum sedikit mengejekku, aku sangat paham mama pasti berniat
menggangguku karena ia marah-marah sore tadi.
Juga
tak lepas dari beberapa petua yang menceritakan tentang pentingnya pendidikan dan juga diselingi
dengan candaan bapa yang mengatakan jangan seselaki melawan orang tua karena
tanpa orang tua kalian tida menjadi seperti begini sampai sekarang.
Charlespun
hanya menundukkan kepala sambil makan luwa
okula,sambil tersenyum dalam hatiku berkata kena kamu char, makanya
jangan terlalu melawan dan pamokol pi sekolah, padahal engko anak yang cukup
bijak sering juara dalam kelas lagi.
Tak
lama kemudian kamipun selesai makan, dan kebiasaan di kampung setelah makan
malam adalah bergegas menuju tempat tidur karena tidak ada hiburan-hiburan
seperti biasanya anak-anak di kota yang selalu menonton TV atau main GAME di HP
pribadi mereka.
Mantapssss
BalasHapus